KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya
kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul “
Acute Lung Odema "
Makalah Ini Berisikan Tentang Definisi, Etiologi,
Patofisiologi, Pemeriksaan Fisik, Aspek Legal Etik Dan Asuhan Keperawatan ALO. Makalah Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kardiovaskuler
II.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan bagi kita semua.
Jakarta, 02 Oktober
2013
Penyusun
Daftar isi
Cover…………………………………………............……………………….…………………….1
Kata
pengantar..........................................................................................2
Daftar isi………………………………………………...........…………………………………….3
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang…………………………………………....………………………….…..4
1.2
Rumusan masalah………………………………………..……………………………..4
1.3
Tujuan …………………………………………………………......………………….......4
1.4
Manfaat…………………………………………………………….......………………….4
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Definisi……………………………………………………………….....……….…….5
2.2
Etiologi……………………………………………………………………....…….…..5
2.3
Patofisiologi…………………………………………………………………..….…..7
2.4 Tanda dan
Gejala.......................................................................7
2.5 Pemeriksaan Fisik.......…………..………………………………….……….....11
2.6 Askep ALO………..…………………………………………………………......…..13
2.7 Aspek legal
etik.........................................................................18
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ………………………………………………………………….....…...20
BAB
IV DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acute lung oedema (alo) adalah akumulasi
cairan di paru yang terjadi secara mendadak. (aru w sudoyo, buku ajar ilmu
penyaki dalam, 2006).
Acute lung
oedema
(alo) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoli yang
menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas.
Acute lung oedema (alo) adalah
terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis di dalam paru. (soeparman;767).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 apa definisi, etiologi, tanda gejala,
manifestasi klinis, komplikasi, patofisiologi, serta pemeriksaan penunjang dari acute lung oedema?
1.2.2
bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan acute lung oedema?
1.3 Tujuan
1.3.1 untuk mengetahui definisi, etiologi,
tanda gejala, manifestasi klinis, komplikasi, patofisiologi, serta pemeriksaan
penunjang dari acute lung oedema.
1.3.2 untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada pasien dengan acute lung
oedema.
1.4 Manfaat
setelah mengetahui definisi, etiologi, tanda gejala, manifestasi klinis,
komplikasi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, serta asuhan keperawatan dari acute lung oedema.
diharapkan kita sebagai calon perawat dapat
mengaplikasikannya pada saat di klinik nantinya. Diharapkan ini menjadi suatu
bekal agar nantinya jika menemui kasus acute lung oedema kami sebagai perawat dapat memberikan dasar untuk melakukan asuhan keperawatan dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
Acute Lung
Oedema (ALO)
A.
Definisi
Acute Lung
Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru
Yang Terjadi Secara Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam,
2006).
Acute
Lung Oedema (Alo) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan
Secara Masif Di Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan
Respirasi Dan Ancaman Gagal Napas.
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah
Terkumpulnya Cairan Ekstravaskuler Yang Patologis Di Dalam Paru. (Soeparman;767).
B.
Etiologi
Penyebab
terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
- Edema
paru kardiogenik
Yaitu
edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem
kardiovaskuler.
a.
Penyakit pada
arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung
dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung
terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah
serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot
jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
b.
Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri
masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis),
penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat
kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga
tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah
lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah
yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c.
Gangguan katup
jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta,
katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara
adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal
ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d.
Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan
penyakit arteri koronaria.
- Edema
paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena
keainan pada jantung tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
- Infeksi pada
paru
- Lung injury, seperti
emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
- Paparan toxic
- Reaksi
alergi
- Acute
respiratory distress syndrome (ards)
- Neurogenik
C.
Patofisiologis
alo kardiogenik dicetuskan oleh
peningkatan tekanan atau volume yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena
pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan
melebihi 25 mmhg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan
keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru.
Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema
paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami alo adalah semua keadaan yang
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmhg.
Sedangkan alo non-kardiogenik timbul terutama
disebabkan oleh kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu
permeabilitas endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan
protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran
sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan
mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.
D.
Tanda dan gejala
Alo
dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru
yang prominen akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas
saat melakukan aktivitas.
b.
Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru
interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus
serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah
basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi
yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar.
Pertukaran gas mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan
hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk
berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang
lain turun dengan nyata.
E.
Penegakkan
diagnosa
·
Pemeriksaan fisik
1.
Sianosis sentral.
Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2.
ronchi basah nyaring di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan
ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma
kardiale.
3.
Takikardia dengan s3
gallop.
4.
Murmur bila ada
kelainan katup.
·
Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan.
·
Laboratorium
1.
Analisa gas darah po2
rendah, pco2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
2.
enzim kardiospesifik meningkat jika
penyebabnya infark miokard.
3.
darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit,
urinalisis, foto thoraks, ekg, enzim jantung (ck-mb, troponin t), angiografi
koroner.
X-ray dada yang khas
dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada
kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada
paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.
·
Pengukuran plasma b-type natriuretic peptide (bnp)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma b-type
natriuretic peptide (bnp) atau n-terminal pro-bnp. Ini adalah penanda protein
(hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari
kamar-kamar jantung. Peningkatan dari bnp nanogram (sepermilyar gram) per liter
lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi
menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang
dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
·
Pulmonary artery catheter (swan-ganz)
Pulmonary artery catheter (swan-ganz) adalah tabung yang panjang dan
tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher
dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan
kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang
kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai
kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru,
disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmhg atau lebih
tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge
pressure yang kurang dari 18 mmhg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of
pulmonary edema. Penempatan kateter swan-ganz dan interpretasi data dilakukan
hanya pada intensive care unit (icu).
F.
Penatalaksanaan
pengobatan
4.
Posisi ½ duduk.
5.
Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker.
6.
Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu,
ronchi bertambah, pao2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmhg dengan o2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi co2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi
cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
7.
Infus emergensi. Monitor tekanan darah,
monitor ekg, oksimetri bila ada.
8.
Menurunkan preload dan mengeluarkan volume
cairan intra paru. Nitrogliserin (ntg) dan furosemide merupakan obat pilihan
utama.
9.
Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap
25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
10.
bila
perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : dopamin 2 – 5 ug/kgbb/menit
atau dobutamin 2 – 10 ug/kgbb/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
11.
Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien
infark miokard
12.
Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,
asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
13.
Penggunaan
aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi atau pada
penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor kardiogenik atau
non-kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek
inotropok positif, venodilatasi ringan dan diuretik ringan.
14.
Penggunaan
inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat
diberikan digitalis seperti deslano-side (cedilanide-d). Obat lain yang dapat
dipakai adalah golongan simpatomi-metik (dopamine, dobutamine) dan golongan
inhibitor phos-phodiesterase (amrinone, milrinone, enoxumone, piroximone)
PEMERIKSAAN FISIK
Sistem kardiovaskuler
No
|
Prosedur
|
|
Tahap prainteraksi
|
|
Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
|
|
Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
|
|
Tahap orientasi
|
|
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
|
|
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien
|
|
Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan
|
|
Tahap kerja
|
1
|
Pengkajian
|
|
Keluhan utama
|
|
Riwayat penyakit
sekarang
|
|
Riwayat penyakit
terdahulu
|
|
Riwayat keluarga
|
|
Riwayat pekerjaan
|
|
Riwayat alergi
|
|
Nama
|
|
Usia
|
|
Jenis kelamin
|
|
Tempat tinggal
|
|
Suku
|
|
Agama
|
|
Cek ttv :
|
|
-
Td
|
|
-
Nadi
|
|
-
Rr
|
|
-
Suhu
|
2
|
Pemeriksaan
fisik jantung
|
|
a.
Inspeksi
|
|
-
Bentuk perikordium
|
|
Lihat bentuk dada
klien
|
|
Normal : kedua dada simetris
|
|
Abnormal :
Cekung (adanya penyakit jantung dan paru : perikarditis menahun,
atelektasi paru)
Cembung/menonjol :
adanya pembesaran jantung,efusi perkardium,efusi pleura.adanya penonjolan iga
adanya pjb (genetik)
|
|
-
Denyut diapeks jantung (ictus cordis)
|
|
Lihat denyut jantung yang tampak didaerah apeks
|
|
Normal dewasa : terletak sela iga 4 kiri 2-3cm dari garis mid
clavicula : seluas ibu jari
|
|
Normal anak : terletak disela iga 4 kiri.bila denyut tak tampak
dikarenakan payudara besar,dinding torak besar,efusi perikardium
|
|
Abnormal :
Denyut apeks tergeser kesamping kiri pada keadaan patologis misalnya
penyakit jantung,efusi pleura (adanya cairan di lapisan pleura paru)
|
|
Denyut nadi pada
dada :
·
Timbul denyutan di iga 2 kanan : adanya aneurisma
aorta asenden
·
Timbul denyutan di iga 2 kiri :dilatasi pulmonalis,
aneurisma aorta desenden
|
|
-
Denyut vena :
Lihat vena jugularis
|
|
b.
Palpasi
|
|
Denyut apeks:
|
|
Getaran/thrill :
|
|
Gerakan trakhea
|
|
c. Perkusi
§
Daerah redup jantung mengecil pada emfisema (alveoli
menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah
ekspirasi)
|
|
d.
Auskultasi
Bj1 dan bj 2:
|
|
Tahap terminasi
|
|
Melakukan evaluasi tindakan
|
|
Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
|
|
Berpamitan dengan klien
|
|
Membereskan alat-alat
|
|
Mencuci tangan
|
|
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
perawatan
|
Asuhan keperawatan ALO
Kasus pemicu 1:
pasien tn.jr, 67 tahun, masuk ke
rumah sakit dengan keluhan sesak nafas makin berat 2 hari smrs. Cepat lelah,
perut terasa begah, pada pengkajian lebih lanjut, doe (+), pnd (+), orthopnea
(+), odema di kaki (+2), td: 130/90 mmhg, nadi 86 x/mnt, rr 24x/menit, spo2:
94%. Pada pengkajian riwayat pasien pernah di rawat dengan nstemi dan chf 1
tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan thorax foto menunjukkan gambaran odema paru.
·
Pengkajian:
1.
Keluhan utama:
sesak nafas semakin berat 2 hari smrs
2.
Riwayat penyakit
sekarang: cepat lelah, perut terasa begah
3.
Riwayat penyakit
terdahulu: nstemi dan chf
4.
Nama: tn.jr
5.
Usia: 67tahun
6.
Jenis kelamin:
pria
7.
Cek ttv: - td: 130/90 mmhg
-
Nadi: 86 x/mnt
-
Rr: 24 x/mnt
·
Data fokus
Data subjektif
|
Data objektif
|
- pasien mengeluh sesak nafas
- pasien
mengatakan cepat lelah
- pasien
mengatakan perutnya terasa begah
|
- doe (+)
- pnd (+)
- orthopnea(+)
- odema di kaki (+2)
- td : 130/90
- n : 86x/mnt
- rr : 24x/mnt
-spo2 : 94%
|
·
Analisa data
No
|
Data fokus
|
Problem
|
Etiologi
|
1.
2.
3.
|
Ds : -
pasien mengeluh sesak nafas
dan cepat lelah
Do : - doe
(+)
- pnd (+)
- orthopnea(+)
- rr : 24x/mnt
Ds : - pasien mengatakan perutnya terasa begah
Do : - odema di kaki (+2)
Intake : 2800
Output : 2500
Ds : - pasien mengeluh cepat lelah
Do : - doe (+)
- pnd
(+)
-
orthopnea (+)
|
Gangguan
pertukaran gas
Kelebihan volume cairan
Intoleransi
aktivitas
|
Gangguan difusi oksigen
Adanya cairan di dalam alveolus
Kurangnya
suplai oksigen (o2)
|
·
Diagnosa
keperawatan
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tanggal ditemukan
|
Tanggal teratasi
|
1.
2.
3.
|
Gangguan
pertukaran gas b.d gangguan difusi oksigen
Kelebihan
volume cairan b.d adanya cairan
di dalam alveolus
Intoleransi
aktivitas b.d berkurangnya
suplai oksigen (o2)
|
19 / 9 /
2012
19 / 9 /
2012
20 / 9/ 2012
|
20 / 9 /
2012
21 / 9/ 2012
22 / 9 / 2012
|
·
Intervensi
No
|
Tanggal
|
Tujuan dan kriteria hasil
|
Intervensi keperawatan
|
1.
2.
3.
|
19 / 9 /
2012
19 / 9 /
2012
19 / 9 / 2012
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam masalah gangguan pertukaran gas sudah teratasi dengan criteria hasil :
1.sesak nafas berkurang
2.rr: 12-24x/mnt
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah gangguan keseimbangan
cairan sudah teratasi dengan criteria hasil :
- tidak terjadi odema kaki
- turgor kulit bagus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah
intoleransi aktivitas sudah teratasi dengan criteria hasil :
- pasien tidak lemas lagi
- mampu
melakukan aktivitas tanpa gangguan
|
- berikan posisi semi fowler/fowler
- berikan
lingkungan yang nyaman
- kaji keluhan sesak
- kaji ttv
- pantau hasil agd
- kolaborasi dalam pemberian oksigen
- monitor
intake dan output cairan
-monitor pengeluaran urin, catat jumlah,
konsentrasi, dan warna
- kolaborasi dalam pemberian terapi seperti
diuretik, ntg, dll
-anjurkan untuk total bed rest
-pantau skala kekuatan otot
-berikan lingkungan yang nyaman
-kolaborasi dalam memberikan oksigen
|
·
Implementasi
No
|
Tanggal
|
Diagnosa
|
Implementasi keperawatan
|
1.
2.
3.
|
19 / 9 / 2012
19 / 9 / 2012
20 / 9 /
2012
|
1
Ii
Iii
|
-memberikan posisi
semi fowler/fowler
- memberikan
lingkungan yang nyaman
- mengkaji keluhan sesak
- mengkaji ttv
- memantau hasil agd
- kolaborasi dalam pemberian oksigen
- memonitor
intake dan output cairan
-memonitor pengeluaran urin, catat jumlah,
konsentrasi, dan warna
- kolaborasi dalam pemberian terapi seperti
diuretik, ntg, dll
-menganjurkan untuk total bed rest
-memantau skala kekuatan otot
-memberikan lingkungan yang nyaman
-kolaborasi
dalam memberikan oksigen
|
·
Evaluasi
No
|
Tanggal
|
S.o.a.p
|
Paraf dan nama jelas
|
1.
2.
3.
|
20 / 9 /
2012
21 / 9/ 2012
22 / 9 /
2012
|
S: pasien sudah
tidak mengeluh sesak nafas
O: rr :
12-24x/mnt
A: tujuan
tercapai masalah gangguan pertukaran gas teratasi
P: intervensi dihentikan
S : pasien
sudah tidak merasa begah
O: tidak
terjadi odema
a:masalah gangguan keseimbangan cairan sudah teratasi
P:intervensi
dihentikan
S: klien
sudah sehat
O: spo2
normal : 90-100%
A: masalah
sudah teratasi kurangnya supali oksigen
P:
intervensi dihentikan
|
|
Ø Aspek legal
etik keperawatan
etika berkenaan dengan
pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa
yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan, dan ini
menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral.
Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu
:
1.
Otonomi (penentuan pilihan)
Prinsip otonomi didasarkan pada
keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini
adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek professional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak pasien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
2.
Benefisiensi (do good)
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan
sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan
menjadi konflik dengan otonomi.
3.
Keadilan (justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk
terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip
moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek
professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hokum,
standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
4.
Nonmalefisien( do no harm)
Prinsip ini berarti segala tindakan
yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan
psikologik.
5.
Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan
kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien
sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.
6.
Fidelity
Prinsip ini membutuhkan individu untuk
menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada
komitmennya dan mentapi janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan,
kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari
perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7.
Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini
adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang
terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang
klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang
klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dicegah.
8.
Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan
fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat
digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar pasti yang
mana tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang
Terjadi Secara Mendadak.
Penyebab
terjadinya alo dibagi menjadi 2, Edema paru kardiogenik dan Edema paru non
kardiogenik
Edema paru kardiogenik Yaitu edema paru
yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem kardiovaskuler.
Biasanya terjadi karena adanya penyakit pada arteri koronaria, Kardiomiopati,
Gangguan katup jantung, Hipertensi
Edema paru non kardiogenik Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain: Infeksi pada paru, Lung injury, seperti
emboli paru, smoke inhalation dan infark paru, Paparan toxic,
Reaksi alergi, Acute respiratory distress syndrome (ards), Neurogenik.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Doenges, marylin
e.,dkk. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran
egc
2.
Suhaemi, emi
mimin. 2002. Etika keperawatan: aplikasi dalam praktik. Jakarta: penerbit
buku kedokteran egc a.price, sylvia. 1994.
3.
Patofisiologi
konsep klinis proses penyakit. Jakarta:
penerbit buku kedokteran egc
4.
Rokhaeni, eni,
dkk. 2001. Buku ajar keperawatan kardiovaskuler. Jakarta: bidang
pendidikan & pelatihan pusat kesehatan jantung dan pembuluh darah nasional
“harapan kita”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar